Salju Abadi di Puncak Jaya Papua Cair Akibat Perubahan Iklim
Britanasional – Tidak ada yang abadi di dunia ini. Kalimat tersebut sangat pas dengan fenomena alam cairnya salju abadi di Puncak Jaya Papua.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut kondisi ‘salju abadi’ atau tutupan es di Puncak Jaya, Papua, mencair. Hal ini diakibatkan dampak perubahan iklim.
Dwikorita menyebut fenomena El Nino yang terjadi tahun ini berpotensi turut mempercepat kepunahan tutupan es di Puncak Jaya. Hal ini katanya memiliki dampak besar bagi berbagai aspek kehidupan di wilayah tersebut.
“Ekosistem yang ada di sekitar salju abadi menjadi rentan dan terancam. Perubahan iklim juga berdampak pada kehidupan masyarakat adat setempat yang telah lama bergantung pada keseimbangan lingkungan dan sumber daya alam di wilayah tersebut,” ungkap Dwikorita dalam keterangannya, dilansir Antara, Rabu (23/8/2023).
Hal ini dikatakan Dwikorita dalam seminar bertajuk ‘Salju Abadi Menjelang Kepunahan: Dampak Perubahan Iklim?’ di Jakarta, Selasa (22/8). Dia menyebut Indonesia menjadi salah satu lokasi unik di wilayah tropis karena memiliki salju abadi.
Salju abadi di Puncak Jaya, kata dia, adalah sebuah keajaiban alam yang menarik banyak perhatian dari kalangan ilmuwan, peneliti, serta pecinta alam. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, dilaporkan terjadi penurunan drastis luas area salju abadi tersebut.
Dwikorita mengatakan bahwa sejak tahun 2010, Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) BMKG bersama Ohio State University, AS, telah melakukan studi terkait analisis paleo-klimatologi berdasarkan inti es (ice core) pada gletser Puncak Jaya. BMKG dengan didukung PT Freeport Indonesia terus melakukan kegiatan pemantauan secara berkala terhadap luas dan tebal gletser di Puncak Jaya.
Hasilnya, sejak pengamatan dilakukan sampai saat ini, tutupan es di Puncak Jaya mengalami pencairan dan menuju kepunahan.
Pada 2010, tebal es diperkirakan mencapai 32 meter dan laju penipisan es sebesar 1 meter per tahun terjadi pada tahun 2010-2015. Kemudian saat terjadi El Nino kuat pada tahun 2015-2016, penipisan es pun mencapai 5 meter per tahun.
Dwikorita menekankan semua pihak perlu meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga dan melindungi lingkungan. Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim harus dilakukan bersama baik oleh pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta dan pihak terkait lainnya. Pengurangan emisi Gas Rumah Kaca dan penerapan energi baru atau terbarukan menjadi langkah penting yang harus segera dilakukan.
“Kita perlu terus menjaga dan mengendalikan laju kenaikan suhu dengan cara mentransformasikan energi fosil menjadi energi yang lebih ramah lingkungan. Dalam ‘Dialog untuk Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional’ di BAPPENAS tgl 21 Agustus yang lalu, BMKG merekomendasikan pula perlunya program yang lebih sistematis dan berkelanjutan untuk observasi/pemantauan terhadap parameter lingkungan,” paparnya.
Kondisi perubahan iklim yang terjadi dipenjuru dunia hingga kini masih belum bisa diprediksi apakah akan berakhir atau berkelanjutan.(*)
Sumber: Antara.